KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke
hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul Kasus Pelanggaran Pada Mulyana W. Kusuma.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Internasional. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan
terima kasih, penulis sampaikan kepada Diah Aryati Prihartini selaku dosen mata
kuliah Akuntansi Internasional yang telah membantu memberikan masukan kepada
penulis untuk pembuatan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika Profesi Akuntansi merupakan suatu ilmu
yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Dalam menjalankan
profesi sebagai seorang akuntan harus dengan sadar menjalankan tugas, hak,
kewajiban dan fungsinya. Namun, menjadi seorang akuntan bukanlah hal yang
mudah.
Dalam
etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya
dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang
yang mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main
dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai
kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Tujuan etika profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Namun, pada
prakteknya pelanggaran kode etika profesi akuntansi masih saja terjadi di Indonesia.
Dalam hal ini kami membahas mengenai Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi
didalam Kasus Mulyana W. Kusuma – Anggota KPU 2004. Pelanggaran itu
berkaitan dengan diduganya menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan
dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu
kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi.
1.2 Rumusan dan batasan
masalah
1.2.1 Rumusan masalah
1. Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi
pada kasus Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004?
2. Etika profesi apa yang dilanggar oleh Mulyana W Kusuma - Anggota KPU
2004?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, penulis hanya membahas kasus Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004.
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa
yang terjadi paada Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004.
2. Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh
Mulyana W Kusuma - Anggota KPU
2004.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. . Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1. Prinsip Etika, prinsip Etika
memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh
Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan 3.
Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi
yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
2.2 PRINSIP ETIKA PROFESI MENURUT IAI
Etika
profesional dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku anggotanya
dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Dalam kongresnya tahun 1973, IAI untuk pertama kalinya menetapkan Kode Etik
bagi profesi Akuntan di Indonesia. Keanggotaan
dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga disiplin di atas dan melebihi yang
disyaratkan oleh hukum dan peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik IAI
menyatakan pengakuan profesi akan tanggung
jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan
pribadi.
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati
leerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Mulyana W Kusuma
Kasus ini terjadi sekitar
tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota
BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan
logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat
suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan
pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik
daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka
disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan,
ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK,
yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi
Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh
saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan
mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kasus Mulyana W Kusuma, dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah
pihak, pihak ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU,
sama-sama tidak etis. Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada
pihak yang diperiksa atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan
sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan
tujuan ‘mulia’, yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh
KPU.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika profesi
akutansi yang
dilanggar oleh
akuntan publik, yaitu:
a. Tanggung Jawab
Profesi
Dari
sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu
dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor
juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan pada
salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi
korupsi.
b. Kepentingan
Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati
kepercayaan publik dikarenakan diduga menyuap
anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak
suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. auditor BPK sangat pantas diragukan. Berdasarkan pada prinsip hati-hati, auditor BPK telah secara
serampangan menjalankan profesinya.
c. Objektivitas
Sebagai
seorang auditor BPK seharusnya yang dilakukan adalah bahwa dengan standar
teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat,
objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU
dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan.
d. Perilaku
Profesional
Dalam kasus ini kembali lagi kepada
tanggung jawab moral seorang auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari BPK
harus sadar dan mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah
dari rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola
berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel,
dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di negeri
ini.
e. Integritas
Dari
sudut pandang etika profesi, auditor tampak tidak bertanggungjawab, yaitu
dengan menggunakan jebakan imbalan uang untuk menjalankan profesinya. Auditor
juga tidak punya integritas ketika dalam benaknya sudah ada pemihakan pada
salah satu pihak, yaitu pemberi kerja dengan berkesimpulan bahwa telah terjadi
korupsi.
f. Standar
Teknis
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk
melakukan penyusunan laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang
berlaku, yakni sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada
kenyataannya dalam kasus Mulyana
W Kusuma, dapat dinyatakan adalah bahwa tindakan kedua belah pihak, pihak
ketiga (auditor), maupun pihak penerima kerja, yaitu KPU, sama-sama tidak etis.
Tidak etis seorang auditor melakukan komunikasi kepada pihak yang diperiksa
atau pihak penerima kerja dengan mendasarkan pada imbalan sejumlah uang
sebagaimana terjadi pada kasus Mulyana W Kusuma, walaupun dengan tujuan
‘mulia’, yaitu untuk mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi di tubuh KPU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar